Recomended

AGAINST CORRUPTION COLLUSION & NEPOTISM

"NEGERI MAKMUR TANPA KORUPSI"

MATTAMAKI RI BLOG'NA RAYA

TO MALEBBI'E TARO ADA TARO GAU MITA DECENG

WANUA BACA-BACA

RI'ONROIYE MABBAGE PADISSENGENG LINO AHERA

SIPARENGNGERANGI RI KESSINGNGE'

SIPAKAINGE' SIPAKALEBBI' SIPAKATAU

MARADEKA MA'WEREKKADA

TA PADANGNGA' NAREKKO ENGKA DE NA'TUKKENNA RIATI'TA, KUPADECENGI SAREKKUAMMENGNGI NALLEMPU

PAPPOJITTA PADA IDI MANENG KU TAJENG

TABALINGNGA MAPOOJI RIGELLO'E

Rabu, 10 Desember 2008

analisis pertumbuhan ekonomi tingkat kecamatan di Luwu Utara


BAB I. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Dalam kerangka perekonomian daerah, pembangunan ekonomi daerah adalah proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dengan membentuk pola kemitraan antara pemerinta dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru danmerangsang perkembangan kegiatan ekonomi daerah. Dalam kerangka pencapaian tujuan pembangunan ekonomi daerah tersebut dibutuhkan kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah (endogenous development), dengan menggunakan potensi sumber daya lokal (Arsyad ,1999).

Salah satu isu lintas bidang yang tercantum dalam program pembangunan nasional (propenas) menyatakan bahwa untuk meningkatkan dan mempercepat pembangunan daerah dilakukan dengan konsep pembangunan lintas wilayah.

Salah satu implementasi isu pembangunan lintas wilayah tersebut adalah upaya pengembangan wilayah melalui pemekaran wilayah pada tingkat propinsi maupn kabupatem/kota. Dalam rangka pengembangan wilayah tersebut, pemerintah daerah harus mampu melihat dan menetukan wilayah-wilayah mana yang secara ekonomi, sosial dan kultural memiliki potensi untuk dikembangkan, baik secara alami dimiliki wilayah tersebut un akibat pembangunan selama ini.

Pengembangan wilayah yang dikonsentrasikan pada pusat-pusat pertumbuhan dengan industri padat modal akan merangsang pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya merangsang pertumbuhan wilayah. Kebijakan pemerintah dengan industri padat modal tersebut harus diikuti dengan pembangunan infrastruktur, transportasi, komunikasi dan kelembagaan sosial sehingga secara alami kondisi tersebut dapat meningkatkan daya tarik investasi. Implikasinya terhadap kegiatan ekonomi masyarakat yaitu disatu sisi produk dari pusat pertumbuhan akan digunakan oleh industri-industri lainnya di wilayah sekitarnya dan didistribukan ke luar wilayahnya, sedangkan pada sisi laimemberikan peluang kepada produk-produk yang dihasilkan daerah sekitar (hiterland) pusat pertumbuhan untuk digunakan oleh industri di pusat pertumbuhan.

Dalam rangka penyelarasan pertumbuhan ekonomi antara wilayah dalam suatu daerah dikemukakan konsep pendekatan yaitu pengembangan kecamatan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi. Pendekatan dengan ruang lingkup kecamatan dimaksudkan agar pemerataan pembangunan antara wilayah dapat lebih merata dengan menemukenali spesialisasi dari masing-masing wilayah. Kecamatan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dimaksudkan untuk mengidentifikasi aktifitas-aktifitas ekonomi yang menjadi keunggulan dari suatu kecamatan, sehingga dapat ditentukan kebijakan-kebijakan pembangunan yang paling sesuai dengan melihat spesialisasi keunggulannya.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah daerah dan masyarakat Sulawesi Selatan dalam menggerakkan dan memacu perekonomian daerah dan untuk mengelola serta mengembangkan pembangunan diwilayah sendiri adalah dengan memekarkan kabupaten/kota.

Salah satu kabupaten baru yang merupakan pemekaran dari kabupaten Luwu adalah Kabupaten Luwu Utara. Kabupaten luwu Utara dibentuk berdasarkan pertimbangan luasnya wilayah Kabupaten Luwu, pesatnya perkembangan dan kemajuan pembangunan di Sulawesi Selatan umumnya dan khususnya Luwu dan diperkuat dengan aspirasi masyarakat untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintah, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan guna menjamin kesejahteraan masyarakat.

Arah kebijakan pembangunan yang akan ditempuh oleh pemerintah daerah dapat dilakukan dengan melihat spesialisasi keunggulan tiap-tiap wilaya atau kecamatan. Kebijakan pembangunan yang dialokasikalam bentuk dana pemabngunan dapat betul-betul tepat sasaran, sehingga ketimpangan antara satu wilah dengan wilayah lainnya dapat diperkecil. Wilayah yang selama ini tertinggal diharapkan mampu mengejar ketertinggalannya dengan tetaperjalan pada fungsi wilayah masing-masing. Skala yang berbeda-beda dari masing-masing wilayah dalam sistem ekonomi, administrasi, dan pelayanan umum berakibat fungsi dari wilayah tersebut berbeda pula dalam pola harmonisasi yang mampu saling menunjang peran wilayah satu dengan wilayah lainnya.

b. Rumusan Masalah

Bagaimana kinerja perekonomian, pola struktur ekonomi dan pertumbuhan ekonomi baik secara wilayah (posisi relatif) maupun secara sektoral (antar sektor) dan bagaimana tingkat spesialisasi perekonomian di Kabupaten Luwu Utara sehingga dapat mengejar ketertinggalannya dan perekonomiannya, dapat berkembang sehingga mampu bersaing dengan kabupaten/kota lainnya.

c. Tujuan Penelitian

Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui kecamatan yang berpotensi sebagai pusat pertumbuhan di Kabupaten Luwu Utara, mengetahui interaksi antara pusat pertumbuhan dengan daerah sekitarnya serta mengetahui spesialisasi keunggulan tiap kecamatan dengan melihat komoditas unggulan tiap kecamatan.

TEORI SISTEM DUNIA


Sejarah

Setelah USA menjadi salah satu kekuatan dominan di dunia, ilmu sosial mulai tertarik mempelajari persoalan pembangunan negara dunia ketiga. Ini kemudian melahirkan ajaran moderenisasi (the modernization school) yang mendominasi bidang kajian permasalahan pemabngunan pada tahun 1950-an.

Kegagalan program-program modernisasi di USA pada tahun 1960-an telah membidani lahirnya teori neo-Marxisme dependensi ajaran ini memberikan kritik terhadap teori modernisasi.

Pertentangan antara dua perspektif pembangunan yaitu teori dependensi dengan dengan teori modernisasi ternyata membawa akibat yang positif yaitu lahirnya pemikiran kritis dan wawasan alternatif yang muncul pada tahun 1970-an yang dipimpin oleh Immanuel Wallerstain dengan gagasan barunya yang radikal yang menurutnya kedua teori pembangunan tersebut tidak dapat menjelaskan banyak peristiwa sejarah di dalam tata ekonomi kapitalis dunia (TEKD).

Pertama, negara di Asia Timur (Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Hongkong, dan Singapura terus mampu mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Kenyataan ini semakin sulit menggambarkan keajaiban ekonomi negara-negara tersebut sebagai sekedar hasil kerja imprealisme, pembangunan bergantung atau ketergantungan dinamis karena sudah dapat memberikan tantangan yang nyata terhadap kekuatan ekonomi USA.

Kedua, adanya krisis perpecahan di berbagai negara sosialis. Perpecahan RRC dan Uni Soviet, kegagalan revolusi kebudayaan stagnasi ekonomi negara-negara kapitalis sehingga secara perlahan negara sosialis membuka diri untuk menerima investasi modal asing.

Ketiga, munculnya krisis di USA. Perang Vietnam, krisis Watergate, embargo minyak tahun 1975, defisit anggaran, yang keseluruhannya merupakan tanda-tanda mulai robohnya hegemoni politikekonomi Amerika Serikat.

Dalam rangka memikirkan ulang dan menganalisa persoalan-persoalan kritis yang muncul dalam tata ekonomi dunia Wallerstain mengembangkan teori perspektif pembangunan baru, yang mereka sebut sebagai system dunia (The world system perspective, atau dapat disebut sebagai system ekonomi kapitalis dunia ( the world kapitalist-economist school)

Mewujudnya ajaran ekonomi dunia ini tidak lepas dari peran Pusat Fernand Braudel pada Universitas Negeri New York yang secara khusus memberikan pada kajian ekonoi, sejarah, dan peradaban. [usat kajian iisecara berkalaq menerbitkan jurnal bernama reviw yang secara khusus menadaskan penting dan unggulnya analisa ekonomi yang menggunakan jangkauan waktu histories panjang dan besaran global, analisa menyeluruh dari proses sejarah global dan sifat kesementaraan dari setiap teori

Wariasan Pemikiran

Perspektif yang dirumuskan Wallerstain lahir dengan cara mengambil intisari dan menyerap pola piker dari dua tradisi pemikiran yang terdahulu ada, yakni pola pikir pembangunan negara dunia ketigaa neo marxis dan ajaran Annales Perancis.

Perumusan teori Wallerstain mengambil berbagai konsep yang dimiliki oleh teori dependensi seperti ketimpangan nilai tukar, eksploitasi negara pinggiran oleh negara central dan konsep pasar dunia.

Ajaran Annales lahir sebagai proses melawan kenyataan bahwa spesialisasi yang berlebihan dalam disiplin ilmu sosial yang ada pada dunia akademikkonvensional. Ajaran annals mengembangkan berbagai ajaran sebagai berikut :

Pertama Braudel mencoba mengembangkan apa yang disebut “ketololan sejarah dan sejarah Global”. Sejarah hendaknya membahas apa yang diamati sebagai suatu peristiwa yang tidak lepas dan selalu terkaitdalambeberapa konteks totalitas kekuatan sosial.

Kedua, perlu melakukan sintesis anatara sejarah dan ilmu sosial melalui analisa yang mendasarkan diri pada kecenderungan jangka panjang.

Ketiga keharusan untuk melakukan perubahan orientasi kajian dalam sejarah dari model periode kesejarahan menuju analisa kesejarahan denganm orientasi permasalahan.

Metodelogi

Bagi Wallerstain, perspektif system dunia bukan merupakan teori, tetapi sebuah proses melawan kecendrungan terbentuknya struktur pemahaman dan pengkajian ilmu sosial sejak dari lahirnya pada pertengahan abad ke 19.

  1. Pembagian disiplin dalam Ilmu Sosial.

Pembagian disiplin ini meliputi Antropologi, ilmu politik, sosiologi, ekonomi, geografi, psikologi, dan sejarah.

  1. Sejarah dan Ilmu Sosial

Menurut pemahaman tradisional sejarah diartikan sebagai ilmu untuk menjelaskan suatu peristiwa yang benar-benar terjadi dimasa lampau.

  1. Masyarakat atau Sistem sejarah

Kajian ilmu sosial tradisional menganggap bahwa manusia akan selalu terorganisir dalam suatu kesatuan yang disebut masyarakat yang didalamnya terdiri dariberbagai kerangka kerja yang di dalamnya manusia hidup dalam kehidupannya.

  1. Batasan kapitalisme.

Ilmu sosial memberikan batasan tentang kapitalisme sebagai system yang mendasarkan diri pada persaingan bebas, persaingan antara produsen bebas, untuk menggunakan tenaga kerja dan juga tidak terikat untuk menghasilkan produk yang dikehendaki. Bebas dengan kata lain mengandung pengertian ada dan tersedianya penjualan dan pembelian di pasar.

  1. Gerak Maju

Ilmu sosial tradisional memperlakukan sejarah manusia sebagai suatu gerakan maju dan sebagai suatu perubahan yang tidakmungkin dihindari. Namun demikian Warrlerstain berkeinginan untuk menghilangkan anggapan bahwa gerak maju sebagai lintasan yang pasti dilalui dan dicapai, dan memperlakukan sejarah sejarah manusia memiliki baerbagai kemungkinan.

Negara Semi Pinggiran

Kritikan terhadap dwi kutub melahirkan konsep tri kutub. Hal ini disebabkan karena ada banyak negara yang tidak termasuk negara pinggiran dan juga tidak termasuk pada negara sentral, sehingga muncullah negara yang semipinggiran.

Ada dua alas an utama mengapa ekonomi kapitalis dunia memerlukan kategori semi pinggiran. Pertama, polarisasi system dunia hanya dua kutub,yang hanya sangat sedikit yang memiliki status tinggi dan harus berhadapan sangat banyak yang memiliki status rendah sehingga dengan mudah menyebabkan disintegrasi system dunia, sehingga diperlukan kategori menengah. Kedua, untuk membentuk iklim dan daerah ekonomi baru yang diperlukan pemilikmodal untuk memindahkan modal-modalnya dari tempat yang tidak lagi efisien ketempat yang dapat memberikan laba optimum. Tempat baru inilah yang disebut sebagai negara semi pinggiran.

Ada dua karakteristik negara semi pinggiran, pertama negara tersebut memiliki posisi tawar menawa perdagangan yang berbeda dengan yang dimiliki oleh negara pinggiran. Kedua negara semi pinggiran memilikikepentingan langsung untuk mengatur dan mengawasi pertumbuhan pasar dalam negeri.

Dari Pinggiran ke Semi Penggiran

Ilmuan Sosial mengkaji masalah pembangunan khusunya pembangunan negara Dunia Ketiga berminat untuk menetahui proses dan factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan posisi suatu negara dari negara pinggiran ke negara semi pinggiran. Jawabannya terletak pada berhasil tidaknya negara pinggiran melaksanakan salah satu atau kombinasi dari tiga alternatif pembangunan yang berupa strategi menangkap dan memanfaatkan kesempatan, strategi promosi dengan undangan, atau strategi berdiri di kaki sendiri.

Dari Semi Pinggiran ke Sentral

Kunci utama untuk menjebol batas semi pinggiran dan bergerak maju menduduki posisi sentral terletak pada kemampuan negara semi pinggiran untuk menciptakan dan menyediakan luas pasar yang dipandang cukup besar untuk melegitimasikan secara rasional penggunaan teknologi maju dan karena itu negara semi pinggiran memiliki kemampuan menghasilkan barang dengan harga yang lebih murah dari harga sebelumnya yang terdapat pada pasar dunia.

Negara Sosialis Semi Pinggiran

Wallerstain “ adanya kepemilikan negara dalamsuatu system ekonomi dunia tidak berarti adanya ekonomi sosialis. Kepemilikan negara bukanlah sosialis melainkan bentuk baru dari merkantilismeklasik. Menurutnya Pemerintahan sosialis jika kemudian harimuncul maka tidak seperti Uni Soviet, Cina atau Chili. Produksi diperlukan berdasarkan pertimbangan dan digunakan untuk kebutuhan pemakaian, bukan didasarkan pada pertimbangan mencari laba. Menurut Wallerstain negara sosialis sekarang hanyalah negara semi pinggiran yang berusaha untuk mencapai posisi negara sentral dalam system ekonomi dunia.

Implikasi Kebijaksanaan

Dengan mendasarkan pada asumsi bahwa tujuan yang hendak dicapai adalah tatanan dunia yang berkeadilan ekonomi politik atau dunia yang demokratis Wallerstain berpendapat bahwa gerakan populis berskala nasional perlu diganti dengan perjuangan kelas berkala dunia. Untuk menjelaskan persoalan ini Ia menegaskan bahwa pembangunan nasional mungkin dapat dikatakan sebagai kebijaksanaan yang tidak sehat bahkan merusak, yang pertama, impian tersebut tidak akan pernah dapat terealisasikan bagi kebanyakan negara apapun strategi yang hendak dan telah digunakan. Kedua, cita-cita pembangunan nasional yang telah mampu diwujudkan oleh sedikit negara berakibat pada perubahan radikal dan global terhadap lokasi produksi dunia dan lebih dari itu perwujudan cita-cita pembangunan nasional tersebut terjadi atas beban biaya yang harus ditanggung oleh bagian dunia lain yang tidak berhasil melakukan hal serupa.

Perspektif Dependensi dan System Dunia

Pada awal perumusannya, perspektif system dunia banyak mengambil dan menggunakan konsep dankategori teoritisyang dikembangkan oleh teori dependensi, sehingga banyak ilmuan sosial yang memberlakukan kedua perspektif tersebut secara tidak berbeda, namun ketika perspektif system dunia berkembang lebih jauh, ilmuan sosial mulai menyadari dan melihat perbedaan yang ada diantara kedua perspektif pembangunan tersebut.

Pertama, unit analisa yang digunakan dalam perspektif system dunia adalah system dunia itu sendiri, tidak seperti teori dependensi yang memfokuskan analisanya pada tingkat nasional. Perspektif system dunia menganjurkan dengan tegas bahwa dunia ini harus dijadikan unit analisa dalam ilmu sosial. Wallerstein berpendapat bahwa setiap penjelasan sejarah harus beranjak dari sudut pandang system dunia, dan setiap peristiwa sejarah hendaknya dijelaskan dengan menganalisa akibat-akibatnya bagi system dunia secara total dan bagian-bagiannya.

Kedua, dengan dipengaruhi oleh metode pengkajian sejarah dari Perancis, Wallerstein selalu berusaha melihat bahwa keadaan sosial selalu berada terus menerus dalam proses perubahan, oleh karena itu ada kecenderungan untuk lupa bahwa ketika kita mampu menangkapnya, realitas tersebut telah berubah. Untuk mengatasi persoalan ini, Wallerstein menyarankan agar kajian ilmu-ilmu sosial dilakukan berdasarkan atas analisa jangka panjang dan dalam ruang yang luas, yang didalamnya konsep yang dirumuskan akan memiliki makna. Tidak seperti teori dependensi yang memfokuskan pada masa jaya dan bangkrutnya suatu negara, perspektif system dunia mempelajari dinamika sejarah system ekonomi dunia

Ketiga, berbeda dengan apa yang dimiliki oleh teori dependensi, perspektif system ekonomi dunia memiliki satu struktur teori yang unik. Perspektif ini tidak menggambarkan dunia secara teramat sederhana dengan model dwi kutub, melainkan menjelaskannya dengan model tri-kutub, yakni sentral, semi-pinggiran, dan pinggiran. Model tiga pelapisan ini memberikan kesempatan pada Wallerstein dan juga peneliti lain yang mengikutinya untuk menjelaskan secara lebih sistematis kemungkinan terjadinya perubahan posisi menaik (mobilitas menuju posisi semi-pinggiran atau sentral) dan sekaligus perubahan posisi menurun (dari sentral ke semi-pinggiran, atau pinggiran ke semi pinggiran, atau bahkan dari sentral ke pinggiran).

Keempat, dalam hal arah dan masa depan pembangunan, model tiga lapisan Wallerstein ini menjadikan perspektifnya selamat dari tuduhan model yang deterministic dan kaku, seperti yang pernah dialamioleh teori dependensi yang mengatakan bahwa negara pinggiran selalu berada pada posisi terbelakang atau paling tinggi berada pada situasi pembangunan yang bergantung. Dengan konsep negara semi-pinggiran, perspektif system dunia tidak lagi membutuhkan penjelasan yang rumit dan berbelit,atau meninggalkan tanpa penjelasan apa yang disebut dengan pembangunan yang independen dan otonom dari negara pinggiran. Bahkan perspektif ini menjadikan peneliti untuk tidak akan lupa menanyakan persoalan-persoalan tersebut, seperti misalnya mengapa negara-negara di Asia Timur mampu meninggalkan status pinggirannya di akhir abad ke-20 ini.